Sabtu, 22 Juni 2013

HUKUM SUJUD SAHWI


Oleh: Syaikh Kholid bin Ali al-Musyaiqih – hafizhohulloh.
بسم الله الرحمن الرحيم ، والحمد لله والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين ،وبعد
Sesungguhnya sholat adalah rukun kedua dari rukun-rukun Islam, disamping sebagai tiang-tiang agama. Sholat adalah kewajiban terbesar setelah dua kalimat syahadat. Sholat adalah amalan pertama yang akan dihisab (diperhitungkan) pada diri seorang hamba. Maka termasuk rahmat Alloh - ‘azza wa jalla – terhadap hamba-hamba-Nya adalah disyariatkannya penambal yang bisa menutupi kekurangan dan celah yang terjadi pada sholat yang mereka lakukan. Dan di antara syariat Alloh kepada hamba-Nya untuk menambal kekurangan ini adalah sujud sahwi.

Pengertian sujud sahwi
Kata ‘sahwi‘, ‘nisyan‘ dan ‘ghoflah‘ adalah lafazh-lafazh yang bermakna sama. Yaitu, lalainya hati dari perkara yang ma’lum (diketahui). Ada yang mengatakan, orang yang mengalami ‘nisyan’ (kelupaan), jika kamu ingatkan dia maka dia akan teringat, berbeda dengan orang yang mengalami ‘sahwi‘.
Secara istilah, sujud sahwi adalah: dua sujud yang dilakukan oleh seorang yang sholat untuk menutup kekurangan yang terjadi pada sholatnya karena kelupaan.

Sebab sujud sahwi
Disyariatkan sujud sahwi karena salah satu dari tiga hal:
Pertama, jika seseorang menambah (sesuatu) dalam sholat karena lupa.
Kedua, jika seseorang mengurangi (sesuatu) dari sholat karena lupa.
Ketiga, jika terjadi keragu-raguan apakah telah menambah atau mengurangi.
Maka dia sujud karena tiga hal ini, sesuai dengan petunjuk dalil, bukan karena setiap ada tambahan, pengurangan atau keraguan. Dan disyariatkan sujud sahwi ini jika didapati sebabnya, baik pada sholat wajib ataupun sholat nafilah (sunnah), karena keumuman dalil-dalilnya.

Ketentuan sholat yang disyariatkan sujud sahwi
Disyariatkan sujud sahwi untuk sholat yang ada rukuk dan sujudnya. Maka sholat jenazah tidak termasuk, sehingga tidak ada sujud sahwi dalam sholat jenazah. Begitu pula tidak ada sujud jika seseorang lupa pada sujud tilawah atau sujud sahwi.

Kondisi-kondisi sujud sahwi
KONDISI PERTAMA: Adanya tambahan dalam sholat
Maksudnya, baik tambahan berupa perbuatan, atau berupa perkataan (bacaan).
Pertama: Tambahan berupa perbuatan.
Jika tambahan itu berupa jenis gerakan sholat, seperti berdiri pada waktu yang seharusnya duduk, atau sebaliknya, atau menambah satu rukuk atau sujud.  Jika seseorang melakukan hal itu karena lupa, maka dia wajib melakukan sujud sahwi.
Berdasarkan sabda Nabi - shollallohu ‘alaih wa sallam – dalam haditsnya Ibnu Mas’ud – rodhiyallohu ‘anhu,
فإذا زاد الرجل أو نقص في صلاته ؛ فليسجد سجدتين
“Jika seseorang menambah atau mengurangi dalam sholatnya, maka hendaknya dia bersujud dua kali sujud.” Riwayat Muslim.

Permasalahan:
Jika seseorang menambah satu roka’at karena lupa, dan dia tidak mengetahuinya kecuali setelah selesai darinya, maka dia melakukan sujud sahwi. Namun jika dia mengetahuinya di pertengahan roka’at yang lebih, maka dia duduk seketika itu dan bertasyahud jika belum bertasyahud, kemudian sujud sahwi dan salam.
Jika dia seorang imam, maka makmum yang mengetahui adanya tambahan atau pengurangan wajib memberikan peringatan dengan bertasbih bagi laki-laki dan tepuk tangan bagi perempuan. Dan ketika itu, si imam wajib mengikuti peringatan makmum jika dia tidak yakin akan kebenaran dirinya, karena hal itu berarti kembali kepada kebenaran.
Kedua: Tambahan berupa perkataan.
Seperti bacaan dalam rukuk dan sujud, bacaan surat pada dua roka’at terakhir sholat yang empat roka’at atau pada roka’at ketiga sholat maghrib. Jika melakukan hal itu karena lupa, disukai baginya untuk sujud sahwi.
Adapun jika perbuatan atau perkataan tambahan itu bukan jenis (perbuatan atau bacaan) sholat, seperti makan, minum, gerakan yang banyak, dan berbicara, maka tidak disyariatkan sujud sahwi untuknya. Namun jika karena kesengajaan, maka hal itu membatalkan sholat. Jika karena lupa, maka tidak membatalkannya.

KONDISI KEDUA: Adanya pengurangan dalam sholat
Jika mengurangi sesuatu dalam sholat, dengan meninggalkan sesuatu dari sholat, maka tidak lepas dari beberapa kondisi berikut:
1- Pengurangan rukun sholat
Jika yang ditinggalkan adalah rukun sholat, sedangkan rukun yang dimaksud adalah takbirotul ihrom, maka sholatnya tidak berlaku dan tidak bermanfaat untuknya sujud sahwi.
Jika rukun yang ditinggalkan selain takbirotul ihrom, seperti rukuk, sujud dan selainnya, dan dia mengingatnya sebelum sampai pada tempatnya pada roka’at berikutnya, dia wajib kembali untuk melaksanakannya dan yang setelahnya.
Jika dia mengingatnya setelah sampai pada tempatnya pada roka’at berikutnya, maka batal roka’at yang ditinggalkan satu rukun itu, dan rokaat setelahnya menempati kedudukannya.
Jika dia tidak mengetahui rukun yang tertinggal itu kecuali setelah salam, maka dia menganggapnya sebagaimana telah meninggalkan satu roka’at penuh. Maka jika belum lama berselang (dari sholatnya), dan dia masih dalam keadaan suci (belum batal wudhunya -pen); maka dia melaksanakan satu roka’at penuh dan melakukan sujud sahwi. Dia sujud setelah salam. Jika telah lama berselang, atau telah batal wudhunya, dia memulai (mengulangi) sholatnya sekali lagi.
Kecuali jika rukun yang tertinggal ada pada roka’at terakhir, maka dia melakukan rukun itu dan yang setelahnya, lalu salam dan melakukan sujud sahwi, selama waktunya belum lama berselang atau belum wudhunya batal, sebagaimana yang lalu.
2- Pengurangan perkara yang wajib dalam sholat
Jika yang tertinggal adalah perkara yang wajib dalam sholat, seperti tasbih dalam rukuk atau sujud, dan semisalnya:
a- Jika mengingatnya sebelum masuk pada rukun setelahnya, maka dia kembali dan melaksanakannya. Kemudian sujud sahwi setelah salam, karena dia menambah dalam sholat.
b- Jika mengingatnya setelah masuk pada rukun setelahnya, maka gugurlah (kewajibannya), dan dia wajib melakukan sujud sahwi sebelum salam, karena dia mengurangi.
3- Pengurangan yang sunnah dalam sholat
Jika yang tertinggal adalah perkara yang sunnah dilakukan dalam sholat, maka jika kebiasaannya melakukannya, disukai baginya untuk sujud sebelum salam. Jika tidak demikian maka tidak disukai.

KONDISI KETIGA: Adanya keraguan dalam sholat
Kondisi ini tidak lepas dari keadaan berikut:
1- Adanya persangkaan yang kuat terhadap sesuatu hal. Jika persangkaannya terhadap sesuatu ini dominan, maka dia mengamalkan persangkaannya ini. Dan dia melakukan sujud sahwi setelah salam, berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud – rodhiyallohu ‘anhu – yang di sana ada sabda Nabi – shollallohu ‘alaih wa sallam -
فليتحر الصواب فليتم عليه
“Hendaknya dia berusaha mencari yang benar, dan menyempurnakan berdasarkan atasnya.” (Muttafaq ‘alaih)
2- Tidak ada satupun yang lebih kuat baginya. Maka hendaknya dia membangun di atas sesuatu yang yakin (yang jelas dan pasti -pen), dan melaksanakan yang kurang.
Contohnya, seseorang ragu-ragu tentang bilangan roka’at (yang telah dia lakukan), apakah telah sholat dua roka’at atau tiga roka’at. Jika dia memiliki persangkaan kuat terhadap salah satunya, maka dia mengamalkan persangkaan ini dan membangun di atasnya. Jika tidak ada persangkaan kuat, maka dia membangun di atas bilangan yang lebih kecil, karena itulah yang teryakini (yang telah pasti), kemudian sujud sahwi sebelum salam, berdasarkan haditnya Abu Sa’id – rodhiiyallohu ‘anhu-
إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحْ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ
“Jika salah seorang di antara kalian ragu-ragu dalam sholatnya, dia tidak tahu apakah telah sholat tiga roka’at atau empat, hendaknya dia membuang keragu-raguannya dan membangun di atas perkara yang yakin, kemudian dia sujud dua kali sebelum salam.” (Riwayat Muslim)


Hukum sujud sahwi
Hukumnya adalah wajib jika kesengajaan (melakukan perkara yang menyebabkan sujud sahwi ini -pen) membatalkan sholat. Jika tidak demikian maka tidak wajib.
Misalnya, menambah satu roka’at karena lupa. Kesengajaan terhadapnya membatalkan sholat, maka kelupaan terhadapnya mewajibkan sujud sahwi.


Waktu sujud sahwi
a- Sebelum salam
Jika karena suatu pengurangan, seperti pengurangan tasbih ketika rukuk atau sujud, sebagaimana dalam hadits Abdulloh bin Buhainah, ketika Nabi – shollallohu ‘alaih wa sallam – meninggalkan tasyahhud awal, beliau sujud sebelum salam. (Muttafaq ‘alaih)
Atau dia ragu dan tidak ada persangkaan kuat terhadap sesuatu, sebagaimana dalam haditsnya Abu sa’id yang telah lalu.

b- Setelah salam
Jika karena suatu penambahan, seperti menambah satu rukuk, sujud, berdiri, atau duduk, sebagaimana dalam haditsnya Abu Huroiroh – rodhiyallohu ‘anhu – ketika beliau menambah satu salam dalam sholat, beliau sujud setelah salam. (Muttafaq ‘alaih)
Atau dia ragu namun ada persangkaan yang kuat baginya, seperti jika dia ragu apakah telah sholat tiga roka’at ataukah empat roka’at, dan dia memiliki persangkaan kuat bahwa dia telah sholat tiga roka’at, maka dia melaksanakan yang satu roka’at dan sujud sahwi setelah salam, berdasarkan haditsnya Ibnu Mas’ud yang telah lalu.


Lupanya seorang makmum
a- Jika makmum itu bukan makmum masbuq, maka kelupaannya ditanggung oleh imam, sehingga dia tidak perlu sujud sahwi.
b- Jika dia makmum masbuq, maka dia sujud setelah mengqadha` yang terlewat.


Tata Cara sujud sahwi
Tata caranya sama dengan sujudnya sholat.

Seorang yang sholat tidak memperhatikan keraguraguannya dalam tiga kondisi:
1- Jika banyak bersama dengan orang-orang (maksudnya, wallohu a’lam, jika kita dalam sholat berjama’ah -pen).
2- Jika hanya berupa wahm (keraguan yang marjuh, yang lemah -pen)
3- Jika datang setelah selesai dari ibadah.
Permasalahan:
Jika seseorang mengalami kelupaan berkali-kali (dalam satu sholat -pen), maka cukup dua kali sujud.
Jika ada tuntutan untuk sujud (sahwi) sebelum salam dan setelahnya, maka cukup sujud sebelum salam.
Wallohu a’lam
Diterjemahkan dari:
http://www.almoshaiqeh.com/index.php?option=content&task=view&id=13062

Sumber : http://albamalanjy.wordpress.com/2010/01/14/%EF%BB%BFhukum-sujud-sahwi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar