Jumat, 13 Desember 2013

DIALOG SYAIKH AL ALBANI VS TAKFIRI

Prof Dr Basim Faishal al Jawabirah menceritakan : “…Saat itu aku masih belajar di jenjang SMA. Bersama beberapa pemuda, kami mengkafirkan kaum muslimin dan enggan mendirikan sholat di masjid- masjid umum. Alasan kami, karena mereka adalah masyakarat jahiliyah. Orang-orang yang menentang kami, selalu saja menyebut-nyebut nama Syaikh
al-Albâni rahimahullah, satu-satunya orang yang mereka anggap sanggup berdialog dengan kami dan mampu melegakan kami dengan argumen- argumen tajamnya serta mengembalikan kami ke jalan yang lurus. 

Ketika Syaikh datang ke Yordania dari Damaskus, beliau diberitahu adanya sekelompok pemuda yang seringkali mengkafirkan kaum muslimin. Lantas mengutus saudara iparnya, Nizhâm Sakjiha – kepada kami untuk menyampaikan keinginan beliau untuk berjumpa dengan kami. 

Dengan tegas kami jawab: “Siapa yang ingin berjumpa dengan kami, ya harus datang, bukan kami yang datang kepadanya”. 

Akan tetapi, Syaikh panutan kami dalam takfir memberitahukan bahwa al-Albâni rahimahullah termasuk ulama besar Islam, ilmunya dalam dan sudah berusia tua. Ia pun mengarahkan supaya kami lah yang mendatangi beliau. 

Lantas kami pun mendatangi beliau di rumah iparnya, Nizhâm , menjelang sholat Isya. Tak berapa lama, salah seorang dari kami mengumandangkan adzan. Setelah iqamah, Syaikh al-Albâni rahimahullah berkata: 

“Kami yang menjadi imam atau imam sholat dari kalian?”. 

Syaikh kami dalam takfir berujar: “Kami meyakini Anda seorang kafir” 

Syaikh al-Albâni rahimahullah menjawab: “Kami masih yakin kalian orang-orang beriman (kaum Muslimin)”. 

Syaikh kami akhirnya memimpin sholat. Usai sholat, Syaikh al-Albâni rahimahullah duduk bersila melayani diskusi dengan kami sampai larut malam. Syaikh kami lah yang berdialog dengan Syaikh al-Albâni rahimahullah. Sedangkan kami dalam rentang waktu yang lama itu, sesekali berdiri, duduk lagi, merentangkan kaki dan berbaring. Anehnya, kami lihat Syaikh al-Albâni rahimahullah tetap dalam posisi awalnya, tidak berubah sedikit pun, meladeni argumen beberapa orang. Saat itu, aku benar-benar takjub dengan kesabaran dan ketahanan beliau!! 

Kemudian, kami masih mengikat janji untuk berjumpa lagi dengan beliau keesokan hari. Sepulangnya kami ke rumah, kami mengumpulkan dalil-dalil yang menurut kami mendukung takfir yang selama ini kami lakukan. Syaikh al- Albâni rahimahullah hadir di salah satu rumah teman kami. Persiapan buku dan bantahan terhadap Syaikh al-Albâni rahimahullah telah kami sediakan. Pada kesempatan kedua ini, dialog berlangsung setelah sholat Isya` sampai menjelang fajar menyingsing. 

Perjumpaan ketiga berlangsung di rumah Syaikh al-Albâni rahimahullah. Kami berangkat ke rumah beliau setelah Isya. Dialog pada hari ketiga ini berlangsung sampai adzan Subuh berkumandang. Kami mengemukakan banyak ayat yang memuat penetapan takfir secara eksplisit. Begitu pula, hadits-hadits yang mengandung muatan sama yang menetapkan kekufuran orang yang berbuat dosa besar. Setiap kali menghadapi argumen-argumen itu, Syaikh al-Albâni rahimahullah dapat mematahkannya dan justru ‘menyerang’ balik dengan membawakan dalil yang lain. Setelah itu, beliau mengakomodasikan dalil-dalil yang tampaknya saling bertolak belakang itu, menguatkannya dengan keterangan para ulama Salaf dan tokoh-tokoh umat Islam terkemuka di kalangan Ahlus Sunnah wal jama'ah. 

Begitu adzan Subuh terdengar, sebagian besar dari kami bergegas bersama Syaikh al-Albâni rahimahullah menuju masjid untuk menunaikan sholat Subuh. Kami telah merasa puas dengan jawaban Syaikh al-Albâni rahimahullah tentang kesalahan dan kepincangan pemikiran yang sebelumnya kami pegangi. Dan saat itu juga kami melepaskan pemikiran- pemikiran takfir tersebut, alhamdulillah. Hanya saja, ada beberapa gelintir dari kawan kami yang tetap menolaknya. Beberapa tahun kemudian, kami mendapati mereka murtad dari Islam. Semoga Allah Azza wa Jalla memberikan kepada keselamatan” 

Semoga Allah Azza wa Jalla memberikan kemudahan bagi kita sekalian untuk mengambil pelajaran dari sejarah ulama Islam. 

(Diadaptasi dari al-Imâm al-Albâni, Durûs Wa Mawâqif Wa ‘Ibar hal
Syaikh ‘Abdul ‘Azîz bin Muhammad bin ‘Abdullah as-Sadhân hal 155-158 ) - copas

Sabtu, 07 Desember 2013

siapa itu LDII ?

Pendiri aliran ini adalah Nur Hasan Ubaidah Lubis (Luar Biasa) alias Madigal pada tahun 1951 M dengan namaDarul-Hadits. Bertempat di desa Burengan Banjaran, Kediri, Jawa Timur, karena ajarannya meresahkan masyarakat setempat, maka Darul Hadits ini dilarang oleh PAKEM (Pengurus Aliran Kepercayaan Masyarakat) Jawa Timur pada tahun 1968 M.

Sejarah Ringkas LDII1

LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) adalah nama baru dari sebuah aliran sesat yang cukup besar dan tersebar di Indonesia. Pendiri aliran sesat ini adalah Nur Hasan Ubaidah Lubis (Luar Biasa) alias Madigal. Awal berdirinya, lembaga ini tahun 1951 M bernama Darul-Hadits. Bertempat di desa Burengan Banjaran, Kediri, Jawa Timur. Karena ajarannya menyimpang dan meresahkan masyarakat setempat, maka Darul-Hadits ini dilarang oleh PAKEM (Pengurus Aliran Kepercayaan Masyarakat) Jawa Timur pada tahun 1968 M. Kemudian berganti nama dengan Islam Jama’ah (IJ). dan karena penyimpangannya serta membikin keresahan masyarakat, terutama di Jakarta, maka secara resmi Islam Jama’ah dilarang di seluruh Indonesia, berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung RI No. Kep. 08/D.4/W.1971 tanggal 29 Oktober 1971 M. Karena Islam Jama’ah sudah terlarang di seluruh Indonesia, maka Nur Hasan Ubaidah Lubis mencari taktik baru, yaitu dengan mendekati Letjen Ali Murtopo (Wakil Kepala Bakin dan staf Opsus (Operasi Khusus Presiden Suharto) waktu itu. Sedangkan Ali Murtopo adalah seorang yang dikenal sangat anti terhadap Islam. Dengan perlindungan Ali Murtopo maka pada tanggal 1 Januari 1972 M Islam Jama’ah berganti nama menjadi ‘Lemkari’ (Lembaga Karyawan Islam atau Lembaga Karyawan Dakwah Islam) dibawah payung Golkar. Lemkari akhirnya dibekukan oleh Gubernur Jawa Timur, Soelarso, juga dikarenakan masih tetap menyimpang dan menyusahkan masyarakat, dengan SK No. 618 tahun 1988 tanggal 24 Desember 1988 M. Kemudian pada bulan November 1990 M mereka mengadakan Musyawarah Besar Lemkari di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, dan berganti nama menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) atas anjuran Menteri Dalam Negeri, Rudini, waktu itu, dengan alasan agar tidak rancu dengan Lembaga Karatedo Republik Indonesia.

Biografi Nur Hasan Ubaidah

Nur Hasan Ubaidah Lubis lahir pada tahun 1915 M di desa Bangi, Kec. Purwosari, Kab. Kediri, Jawa Timur dengan nama kecil Madikal atau Madigal2. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa dia dilahirkan pada tahun 1908 M3. Dia hanya mengenyam pendidikan formal setingkat kelas 3 SD sekarang. Dan pernah juga belajar di pondok Sewelo Nganjuk, lalu pindah ke pondok Jamsaren Solo yang hanya bertahan sekitar tujuh bulan. Dia dikenal suka terhadap perdukunan. Kemudian dia terus belajar di sebuah pondok yang khusus mendalami pencak silat di Dresno Surabaya. Dari Dresno dia melanjutkan belajar kepada Kyai Ubaidah di Sampang, Madura, kegiatannya adalah mengaji dan melakukan wiridan di sebuah kuburan yang dikeramatkan. Nama gurunya inilah yang kemudian dipakai sebagai nama belakangnya. Dia juga pernah mondok di Lirboyo, Kediri dan Tebu Ireng, Jombang, lalu berangkat naik haji pada tahun 1929 M, setelah pulang haji namanya Madigol diganti dengan Haji Nur Hasan, sehingga menjadi Haji Nur Hasan al-Ubaidah. Adapun nama Lubis konon itu panggilan murid-muridnya, singkatan dari luar biasa selain itu dia juga bergelar imam atau amir. Menurut ceritanya dia berangkat naik haji ke Makkah pada tahun 1933 M, kemudian belajar Hadits Bukhari dan Muslim kepada Syaikh Abu Umar Hamdan dari Maroko, lalu belajar lagi di Madrasah Darul-Haditsyang tempatnya tidak jauh dari Masjidil Haram. Dan nama Darul-Hadits itulah yang dipakai untuk menamai pesantrennya. Namun ada cerita lain, bahwa dia pergi ke Makkah bukan tahun 1933 M, tetapi sekitar tahun 1937/1938 M untuk melarikan diri setelah terjadi keributan di Madura. Dan dia tidak pernah belajar di Darul-Hadits, sebagaimana hal itu dibantah oleh pihak Darul-Hadits tatkala ada orang yangtabayyun (melakukan klarifikasi) ke sana. Maka ada beberapa versi cerita tentang kegiatan Nur Hasan di Makkah, bahwa konon menurut teman dekatnya waktu di Tanah Suci dia belajar ilmu ghaib (perdukunan) kepada orang Baduwi dari Persia (Iran), dan dia tinggal di Makkah selama 5 tahun. Ketika pulang ke Indonesia pada tahun 1941 M, dia membuka pengajian di Kediri dan dia mengaku sudah bermukim di Mekkah selama 18 tahun. Pada mulanya pondoknya biasa-biasa saja, baru pada tahun 1951 M ia memproklamirkan nama pondoknya Darul-Hadits4. Nur Hasan wafat pada tanggal 31 Maret 1982 M dalam kecelakaan lalu lintas di jalan raya Tegal–Cirebon, tatkala ia ingin menghadiri kampanye Golkar di lapangan Banteng Jakarta. Setelah ia meninggal status amir/imam digantikan oleh putranya Abdu Dhahir yang di-bai’at sebelum mayat bapaknya dikuburkan, di hadapan tokoh-tokoh LDII, sebagai saksi bahwa putranya itulah yang berhak mewarisi seluruh harta kekayaan Islam Jamaah/Lemkari/LDII.5

Pokok-Pokok Ajaran Islam Jama’ah/Lemkari/LDII6

  1. Orang Islam diluar kelompok mereka adalah kafir dan najis, sekalipun kedua orangtuanya.
  2. Kalau ada orang di luar kelompok mereka yang melakukan shalat di masjid mereka, maka bekas tempat shalatnya dicuci karena dianggap sudah terkena najis.
  3. Wajib taat kepada amir atau imam.
  4. Mati dalam keadaan belum bai’at kepada amir/imam LDII, maka akan mati jahiliyyah (mati kafir).
  5. al-Qur’an dan Hadits yang boleh diterima adalah yang manqul (yang keluar dari mulut imam atau amir mereka). Adapun yang keluar/diucapkan mulut-mulut yang bukan imam mereka atau amir mereka, maka haram untuk diikuti.
  6. Haram mengaji al-Qur’an dan Hadits kecuali kepada imam/amir mereka.
  7. Dosa bisa ditebus kepada sang amir/ imam, dan besarnya tebusan tergantung besar-kecilnya dosa yang diperbuat, sedang yang menentukannya adalah imam/amir.
  8. Harus rajin membayar infaq, shadaqah dan zakat kepada amir atau imam mereka, dan haram mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah kepada orang lain.
  9. Harta benda diluar kelompok mereka dianggap halal untuk diambil atau dimiliki dengan cara bagaimanapun memperolehnya, seperti mencuri, merampok, korupsi, menipu dan lain sebagainya, asal tidak ketahuan/ tertangkap. Dan kalau berhasil menipu orang Islam di luar golongan mereka, dianggap berpahala besar.
  10. Bila mencuri harta orang lain yang bukan golongan LDII lalu ketahuan, maka salahnya bukan mencurinya itu, tapi “kenapa (ketika) mencuri kok (sampai)ketahuan?” Harta orang selain LDII diibaratkan perhiasan emas yang dipakai oleh macan, yang sebetulnya tidak pantas, karena perhiasan ini hanya untuk manusia. Jadi perhiasan itu boleh diambil dan tidak berdosa, asal jangan sampai diterkam. (Kasarnya; nyolong harta non-LDII itu boleh).
  11. Harta, uang zakat, infaq, shadaqah yang sudah diberikan kepada imam/amir, haram ditanyakan kembali catatannya atau digunakan kemana uang zakat tersebut. Sebab kalau bertanya kembali pemanfaatan zakat-zakat tersebut kepada imam/amir, dianggap sama dengan menelan kembali ludah yang sudah dikeluarkan.
  12. Haram membagikan daging kurban atau zakat fitrah kepada orang Islam diluar kelompok mereka.
  13. Haram shalat di belakang imam yang bukan kelompok mereka, kalaupun terpaksa sekali, tidak usah berwudhu karena shalatnya harus diulang kembali.
  14. Haram nikah dengan orang diluar kelompok.
  15. Perempuan LDII/Islam Jama’ah kalau mau berkunjung ke rumah orang yang bukan kelompok mereka, maka memilih waktu pada saat haid, karena badan dalam keadaan kotor (lagi haid), (maka) ketika (kena najis) di rumah non-LDII yang dianggap najis itu tidak perlu dicuci lagi, sebab kotor dengan kotor tidak apa-apa.
  16. Kalau ada orang diluar kelompok mereka yang bertamu di rumah mereka, maka bekas tempat duduknya dicuci karena dianggap kena najis.

Syari’at Islam Menguak Kesesatan LDII

Penulis akan sampaikan sebagian syari’at Islam yang secara jelas membantah pokok-pokok ajaran LDII, diantaranya:
  1. Islam melarang keras pengkafiran seorang Muslim yang mengucapkan kalimatsyahadatain (dua kalimat syahadat) sehingga terpenuhi syarat-syaratnya. AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya):“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu: “Kamu bukan seorang mukmin,” (lalu kamu membunuhnya) dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. An-Nisa’ : 94)Imam Ibnu Katsir menceritakan dalam tafsirnya tentang sebab turunnya ayat diatas. Diantaranya adalah tentang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamyang membunuh seseorang dalam peperangan sedangkan orang yang dibunuh tersebut telah bersyahadat (mengaku sebagai Muslim)7Dan juga sabda RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam: “Lelaki mana saja yang berkata kepada saudaranya; ‘Wahai orang kafir!,’ maka sungguh akan kembali ucapan tersebut kepada salah satu dari keduanya.” (HR. Bukhari nomor 5753, Muwwatha’ nomor 1777) PenulisNawaqidul-Iman Quliyyah wa Amaliyyah menukil perkataan Imam asy- Syaukani; “Ketahuilah bahwa tidak layak bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menghukumi seorang Muslim dengan Murtad (keluar dari Islam) dan kafir, kecuali dia telah membawa bukti yang jelas dan gamblang, melebihi kejelasan matahari di siang hari.8
  2. Tidak ada seorangpun yang berhak menentukan seseorang itu masuk surga atau neraka, kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.Imam Abul-Izzi al-Hanafi dalam Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah menjelaskan bahwa kita tidak boleh menghukumi/ memastikan kepada seseorang dari Ahlul-Kiblat (Muslimin) bahwa dia termasuk penduduk surga atau penduduk neraka. Kemudian beliau menjelaskan pendapat Salaf tentang hal ini, dimana mereka membaginya dalam tiga kelompok:
    1. Kepastian (bahwa seseorang masuk) surga hanya boleh dikatakan untuk para Nabi.
    2. Kepastian (bahwa seseorang masuk) surga boleh dikatakan kepada seluruh Mukmin (secara umum) yang telah ditunjukkan oleh dalil (al-Kitab dan as-Sunnah), inilah pendapat kebanyakan ulama Salaf.
    3. Kepastian (bahwa seseorang masuk) surga boleh dikatakan setiap Mukmin yang dikatakan oleh kaum Mukminin bahwa dia termasuk ahli surga.9
  3. Pengampunan dosa itu menjadi hak Allah secara mutlak.Dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bercerita bahwa RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada segenap Quraisy dan kerabat dekatnya (yang artinya):“Wahai segenap kaum Quraisy! –atau ucapan semisalnya– Juallah jiwa-jiwa kalian (dengan tauhid dan mengikhlaskan ibadah kepada Allah-ed), saya tidak mampu memberikan manfaat sedikitpun bagi kalian dari adzab Allah. Wahai Bani Abdul-Muthalib, saya tidak mampu memberikan manfaat sedikitpun bagi kalian dari adzab Allah. Wahai ‘Abbas bin Abdul-Muthalib, saya tidak mampu memberikan manfaat sedikitpun bagimu dari adzab Allah. Wahai Shafiyyah bibi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya tidak mampu memberikan manfaat sedikitpun bagimu dari adzab Allah. Wahai Fathimah putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mintalah kepadaku harta benda dariku sekehendakmu, saya tidak mampu memberikan manfaat sedikitpun bagimu dari adzab Allah.” (HR. Muslim nomor 206).Maka kalau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja tidak bisa menjamin keselamatan akhirat keluarga dekatnya, bahkan terhadap putrinya sendiri, bagaimana mungkin imam LDII itu berani menghapus dosa jama’ahnya dan memberikan jaminan surga bagi mereka?
  4. Rujukan pemahaman al-Qur’an dan as-Sunnah yang benar adalah manhaj Salaf (baca Fatawa volume 03), bukan merujuk kepada pendapat imam LDII, atau imam-imam jama’ah dari jama’ah-jama’ah sempalan Islam (lainnya).
  5. Islam memerintahkan kaum Muslimin untuk berbuat adil dan melarang mereka dari berbuat zhalim (aniaya) dengan siapapun termasuk dengan orang kafir.AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya):“…dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah kalian, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. al-Ma’idah : 8)“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.” (QS. al-Ma’idah : 38) Dalam ayat-ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta’alatidak membeda-bedakan apakah kaum yang dibenci tersebut Mukmin atau kafir dan juga tidak membedakan apakah barang yang dicuri itu milik seorang Muslim atau seorang kafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman (yang artinya): “…maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (QS. at-Taubah : 7) Dalam ayat ini jelaslah, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk tetap berlaku lurus terhadap orang kafir, selama mereka berlaku lurus kepada kaum Muslimin. Bahkan AllahSubhanahu wa Ta’ala menjadikan sikap tersebut sebagai tanda atas ketakwaan seseorang. Demikianlah sebagian bantahan bagi ajaran sesat LDII, mudah-mudahan dengan yang sebagian ini cukup menjadi suatu kejelasan bagi pembaca bahwa LDII memang betul-betul merupakan aliran sesat dan menyesatkan, yang mengharuskan kita untuk menjauhi kelompok tersebut dan menghimbau saudara-saudara kita kaum Muslimin untuk menjauhinya.

Peringatan dan Himbauan

Meskipun LDII sangat jelas kesesatannya, namun karena kebodohan yang amat sangat menimpa kaum Muslimin, maka tidak sedikit dari kaum Muslimin khususnya di Indonesia yang terjerumus ke dalam ajaran sesat LDII ini. Disamping (karena) kelicikan, kebohongan dan prinsip menghalalkan segala cara yang dilakukan oleh da’i-da’i LDII demi menggaet anggota jama’ah. Oleh karena itu penulis menghimbau kepada para pembaca untuk tekun dan rajin menuntut ilmu, agar bisa beramal di atas keyakinan yang benar dan dapat membentengi diri dari segala tipu daya yang mempromosikan aliran-aliran sesat yang nampaknya sangat banyak dan menjamur di negeri kita ini. Marilah kita senantiasa berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’aladalam menghadapi setiap bentuk perongrongan iman, baik yang datang dari dalam diri kita maupun yang datang dari luar. Wallahu al-Musta’aan.
Catatan Kaki:
  1. ^ Diringkas dari Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, halaman 73-74 danBahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII halaman 5-6 dan 66-68.
  2. ^ Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII oleh Hartono Ahmad Jaiz halaman 6.
  3. ^ Idem, halaman 82.
  4. ^ Idem, halaman 81-86.
  5. ^ Idem, halaman 74-76.
  6. ^ Aliran dan Paham Sesat di Indonesia oleh Hartono Ahmad Jaiz, halaman 74-76.
  7. ^ Tafsir Ibnu Katsir I : 704.
  8. ^ Nawaqidul-Iman karya … halaman 8.
  9. ^ Syarh Aqidah Thahawiyah, halaman 378.
Oleh: Redaksi Majalah Fatawa
Sumber:
Majalah Fatawa volume 04/I/Dzulhijjah 1423 H-2003 M, halaman 52-56.

SEPUTAR KESESATAN LDII

Suami Terjerat LDII , fakta penyimpangan kelompok ini,..

Tanya:

Ustadz, perkenalkan saya adalah seorang istri dari seorang pria yang menjadi anggota kelompok LDII. Dulu pun saya termasuk anggota. Kini saya bingung dengan posisi saya, karena dalam keyakinan LDII kelompok diluarnya adalah kafir.

Dalam kesendirian saya di tengah perkampungan komunitas LDII saya khawatir akan terseret lagi. Untuk itu saya mohon advisnya. Jazakallahu khairan. (Akhwat , Yogyakarta)

Jawab:

Sebelum saya menjawab pertanyaan ukhti, sebaiknya kita runut terlebih dahulu beberapa penyimpangan kelompok yang disebut Islam jama’ah atau LDII. Semoga juga bermanfaat bagi saudara-saudara kaum Muslimin yang lainnya:

A. Sikap mereka terhadap kaum Muslimin diluar jama’ah mereka. Orang Islam diluar kelompok mereka dianggap kafir. Dalil mereka adalah:

“Mengabarkan kepada kami Yazid bin Harun, mengabarkan kepada kami Baqiyah, mengabarkan kepadaku Shafwan bin Rustum dari Abdur-Rahman bin Maisarah dari Tamim al-Dari, ia berkata; ‘Di zaman Umar kebanyakan orang berlomba-lomba dalam meninggikan bangunan rumah. Berkatalah Umar; ‘Wahai golongan Arab! Ingatlah tanah..tanah! Sesungguhnya tidak ada Islam tanpa jama’ah (persatuan) dan tidak ada jama’ah tanpa Imarah (kepemimpinan) dan tidak ada Imarah/kepemimpinan tanpa ketaatan (kepatuhan). Barangsiapa yang dijadikan pemimpin oleh kaumnya karena ilmunya/pemahamannya maka akan menjadi kehidupan bagi dirinya sendiri dan juga bagi mereka, dan barangsiapa yang dijadikan pemimpin oleh kaumnya tanpa memiliki ilmu/pemahaman, maka akan menjadi kebinasaan bagi dirinya dan juga bagi mereka.””

Ucapan Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu tersebut bila ditinjau dari segi ilmu hadits (maka) sanad-nya lemah, dengan dua sebab:

1. Shafwan bin Rustum adalah majhul (tidak diketahui kredibilitasnya). Hal ini dinyatakan oleh al-Dzahabi dalam kitabnya Lisanul Mizan 3/191, dan disetujui oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Mizanul-I’itidal 3/433.
2. Inqitha’ antara Abdur-Rahman bin Maisarah dengan sahabat Tamim ad-Dari yang meriwayatkan ucapan sahabat Umar bin Khatthab ini.

Seandainya hadits itu shahih, justru ucapan Umar ini menjadi hujjah (alasan) atas (argumentasi yang melemahkan / mengoreksi) orang-orang LDII yang telah mem-bai’at orang yang tidak berilmu, bahkan banyak salah paham atau bahkan sengaja salah paham. La haula wala quwwata illa billah.

Oleh Nur Hasan Ubaidah, pendiri embrio LDII, (hadits ini) ditafsirkan secara terbalik; “Jika tidak taat kepada amir, maka lepas bai’atnya, jika lepas bai’atnya, maka tidak punya amir, kalau tidak punya amir, maka bukan jama’ah, jika bukan jama’ah, maka bukan Islam, kalau bukan Islam, apa namanya kalau tidak kafir.”

Bahkan kalau bicara tentang pentingnya jama’ah, mereka mengatakan; “Saudara-saudara sekalian, kalau diantara saudara ada yang punya pikiran, ada yang punya sangkaan bahwa diluar kita (diluar jama’ah Ubaidah) masih ada yang masuk Surga tanpa mengikuti kita, maka sebelum berdiri, saudara sudah faroqol-jama’ah (memisahkan diri dari jama’ah), sudah kafir, dia harus tobat dan bai’at kembali, jika tidak, maka dia akan masuk neraka selama-lamanya.”

Itulah bukti kebohongannya yang amat dahsyat, hingga mengkafirkan hanya berlandaskan manqul bikinan dan dikuatkan dengan ucapan Umar yang dari sisi sanad-nya dha’if, padahal hadits ini tidak bisa dijadikan dalil apalagi untuk mengkafirkan orang. Dari sinilah mereka memiliki keyakinan yang menyimpang dan menyesatkan terhadap orang-orang di luar jama’ah mereka, di antaranya:

* Orang Islam diluar kelompok mereka dianggap najis, meski orangtua sendiri pun. Kalau ada orang diluar kelompok shalat di masjid mereka, bekas shalat orang tersebut harus dicuci kembali. Kalau ada orang diluar kelompok bertamu, bekas tempat duduk tamu tersebut harus dicuci karena najis. Pakaian mereka yang dijemur dan diangkat oleh orangtua mereka yang bukan kelompoknya harus dicuci kembali karena dianggap terkena najis.
* Wajib bai’at dan taat pada amir/imam mereka.
* Mati dalam keadaan belum di-bai’at oleh imam/amir, dianggap mati jahiliyah.
* Haram memberikan daging qurban atau zakat fithri kepada orang diluar kelompok.
* Harta benda diluar kelompok halal untuk diambil walau dengan cara apapun (asal tidak tertangkap saja).
* Haram shalat di belakang orang yang bukan kelompok mereka, kalaupun ikut shalat tidak usah berwudhu karena toh shalatnya harus diulangi.
* Haram kawin dengan orang di luar kelompok mereka.

B. Sistem manqul

LDII memiliki sistem manqul. Manqul menurut Ubaidah Lubis adalah; “Waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru; telinga harus mendengar, dapat menirukan amalannya dengan tepat. Terhalang dinding atau lewat buku tidak sah. Murid tidak dibenarkan mengajarkan apa saja yang tidak manqul sekalipun menguasai ilmu tersebut, kecuali telah mendapat ijazah dari guru, baru boleh mengajarkan seluruh isi buku yang telah diijazahkan kepadanya itu.”

Di Indonesia ini satu-satunya ulama yang ilmu agamanya manqul hanyalah Nur Hasan Ubaidah Lubis. Hal ini bertentangan dengan ajaran nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan agar siapa saja yang mendengarkan ucapannya hendaklah memeliharanya, kemudian disampaikan kepada orang lain, dan Nabi tidak pernah memberikan ijazah kepada para Sahabat radhiyallahu ‘anhuma.

“Semoga Allah membaguskan orang yang mendengarkan ucapan lalu menyampaikannya (kepada orang lain) sebagaimana apa yang didengar.” (Syafi’i dan Baihaqi)

Dalam hadist ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan orang yang menyampaikan sabdanya kepada orang lain seperti yang didengarnya. Adapun cara atau alat yang dipakai untuk mempelajari dan menyampaikan hadits-haditsnya tidaklah ditentukan. Jadi bisa disampaikan dengan lisan, dengan tulisan, audio, video, dan lain-lain.

Ajaran manqul Nur Hasan ini terlalu mengada-ada. Tujuannya membuat pengikutnya fanatik, tidak dipengaruhi oleh pikiran orang lain, sehingga sangat tergantung dan terikat dengan apa yang digariskan oleh amir-nya. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala menghargai hamba-hamba-Nya yang mau mendengar ucapan, lalu menyeleksinya mana yang lebih baik untuk diikutinya.

“Berilah kabar gembira kepada hamba-hamba-Ku yang mendengar perkataan lalu mengikuti apa yang diberi Allah petunjuk, dan mereka itulah orang yang mempunyai akal.” (QS. az-Zumar : 17-18)

C. Dosa-dosa bisa ditebus lewat sang amir/imam, besar tebusan tergantung dari besarnya dosa yang diperbuat yang (mana tebusan ini) ditentukan oleh amir/imam.

D. Wajib membayar infak 10% dari penghasilan per bulan, sedekah, dan zakat kepada amir/imam. Haram membayarkannya pada pihak lain.

E. Harta, uang, infaq, sedekah yang sudah diberikan kepada amir/imam tidak boleh ditanyakan kembali catatannya atau digunakan untuk apa saja. Sebab kalau menanyakan kembali harta, zakat, infak dan sedekah yang pernah dikeluarkan dianggap sama dengan menelan kembali ludah yang sudah dikeluarkan.

F. Kesimpulan.

LDII adalah nama lain dari kelompok yang menamakan diri sebagai Darul-Hadits, Islam Jama’ah, atau Lemkari yang didirikan oleh Madigol alias Nur Hasan Ubaidah Lubis (Luar Biasa). Setelah Madigol meninggal pada hari Sabtu tanggal 12 Maret 1982, tahta kerajaan LDII diwarisi oleh putranya yang tertua yaitu Abduzh-Zhahir Nur Hasan sebagai imam/amir dan di-bai’at di hadapan jenazah mendiang ayahnya sebelum dikuburkan dengan disaksikan seluruh amir/imam daerah. Hasyim Rifa’i yang pernah ditugaskan oleh pihak IJ (Islam Jama’ah) untuk keliling ke berbagai wilayah di dalam dan di luar negeri menyebutkan bukti-bukti bahwa mereka menganggap golongan selain IJ/LEMKARI/LDII adalah kafir.

1. Mereka menganggap orang Islam di luar golongan adalah ahli kitab, sedang yang lain kafir.
2. Dalam menanamkan keyakinan pada murid-murid mereka mengatakan:
1. Kalau saudara-saudara mengira di luar kita masih ada orang yang bisa masuk surga maka sebelum berdiri, saudara sudah kafir (faroqol-jama’ah/memisahkan diri dari jama’ah), sudah murtad harus tobat dan di-bai’at kembali.
2. Orang keluar dari jama’ah kok masih ngaji, shalat dan puasa, itu lebih bodoh daripada orang kafir, sebab orang-orang kafir tahu kalau akan masuk neraka, maka mereka hidup bebas.

Pengunggulan kelompok sendiri dan memastikan Muslimin selain kelompoknya masuk neraka seperti itu jelas sifat Iblis yang telah dijabarkan al-Qur’an yang telah menipu Adam dan Hawa. Sedang rangkaian kerjanya, bisa dilihat bahwa mereka sangat berat menghadapi orang alim agama, sebagaimana setan pun berat menghadapi orang alim agama.

Itulah kenyataan yang dikemukakan oleh Hasyim Rifa’i dan para petinggi Islam Jama’ah/LEMKARI/LDII yang telah keluar dari kungkungan aliran yang pernah dilarang tersebut.

Kalau setan yang dinyatakan Allah sebagai musuh manusia itu telah mengajari manusia untuk menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal alias mengadakan syari’at, IJ/LEMKARI/LDII pun begitu. Sang amir mewajibkan pengikutnya setor penghasilan masing-masing 10% (usyur) untuk amir tanpa boleh menanyakan untuk apa.

Lebih parah lagi dari penuturan para mantan anggota Islam Jama’ah diketahui bahwa sang amir menjamin anggota jama’ah masuk surga. Padahal hanya Dajjal-lah yang berani membuat pernyataan sedahsyat itu. Akhlak Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak tercermin dalam tingkah laku amir pendiri IJ. Riwayat hidupnya penuh mistik dan perdukunan, melarikan perempuan, menceraikan tiga belas istrinya –menurut penelitian Litbang Depag RI– memungut upeti 10% dari masing-masing jama’ah dengan sertifikat atas nama pribadi, diketahui pula bahwa dia punya ilmu pelet untuk menggaet wanita, baik yang lajang maupun berstatus istri orang.

Terhadap Allah mereka berani membuat syari’at sendiri (seperti mewajibkan jama’ahnya setor sepuluh persen penghasilan kepadanya), terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dia) menyelisihi akhlak Beliau namun mengklaim dirinya sebagai amir yang harus ditaati jama’ah, kepada para ulama ia mencaci–maki dengan amat keji dan kotor, dan kepada umat Islam ia menajiskan dan mengkafirkan, serta memvonis masuk neraka. Sedang kepada wanita ia amat berhasrat, hingga dengan ilmu-ilmu yang dilarang Allah, yakni sihir pelet pun ditempuh.

Itulah jenis kemunafikan dan kesesatan yang nyata, yang dia sebarkan sejak tahun 1941, dan alhamdulillah telah dilarang oleh Kejaksaan Agung tahun 1971. Namun dengan liciknya ia bersama pengikutnya berganti–ganti nama dan bernaung di bawah Golkar, maka kesesatan itu justru lebih mekar dan melembaga sampai kini ke desa–desa hampir seluruh wilayah Indonesia bahkan ke negara–negara lain dengan nama LDII. Begitulah berbagai penyimpangan dalam kelompok tersebut. Memang beberapa waktu terakhir mereka kelihatan mulai membuka diri terhadap kaum Muslimin lainnya. Tetapi hakikatnya keyakinan-keyakinan tersebut masih ada pada diri mereka dan mereka sembunyikan untuk mengelabui orang-orang diluar kelompok mereka.

Nasehat saya kepada ukhti penanya, yang pertama memohon kepada Allah untuk memberikan hidayah kebenaran kepada suaminya dan orang-orang yang tertipu dengan jama’ah ini dan mengembalikannya kepada jalan kebenaran.

Yang kedua, untuk selalu dan tidak letih-letihnya memberikan nasehat kepada suaminya dengan cara yang hikmah dan kalau harus berdiskusi atau berdebat, maka dengan cara dan jalan yang terbaik, baik dengan dalil-dalil dari al-Qur’an ataupun as-Sunnah atau dengan logika yang tepat dan bisa diterima oleh akal sehat.

Yang ketiga, berkhidmatlah kepada suami dengan sepenuh hati, tampakkan kepadanya akhlak yang mulia, patuhlah kepadanya dalam perkara-perkara yang ma’ruf adapun bila ia mengajak pada perkara maksiat atau penyimpangan maka tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Allah, dan jagalah keharmonisan rumah tanggamu dengan berbuat ihsan kepadanya dan jangan meminta cerai kepadanya karena ini akan membuka pintu setan untuk menghancurkan rumah tanggamu.

Yang terakhir, belajar dan belajarlah ilmu yang bermanfaat yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai dengan yang dipahami generasi yang terbaik dari umat ini, yaitu para sahabat dan para Imam yang mulia dari kalangan ulama umat ini. Dengan ini semua, dirimu akan terjaga dari berbagai fitnah dan syubhat yang ada di sekitarmu, sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Ta’ala. Wallahu Waliyyut-Taufiq.

Sumber : Majalah Fatawa, volume III, nomor 11, Nopember 2007 M/Dzulqa’dah 1428 H, halaman 52-54.

Oleh: al-Ustadz Abu Saad, MA -hafizhahullah-

Dinukil dari: http://ibnuramadan.wordpress.com/

BUKTI - BUKTI KESESATAN LDII

Bukti-bukti kesesatan LDII, Fatwa-fatwa tentang sesatnya, dan pelarangan Islam Jama’ah dan apapun namanya yang bersifat/ berajaran serupa:
1. LDII sesat. MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat. Bunyi teks rekomendasi itu sebagai berikut:“Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah. MUI mendesak Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap munculnya berbagai ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam, dan membubarkannya, karena sangat meresahkan masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), dan sebagainya. MUI supaya melakukan kajian secara kritis terhadap faham Islam Liberal dan sejenisnya, yang berdampak terhadap pendangkalan aqidah, dan segera menetapkan fatwa tentang keberadaan faham tersebut. Kepengurusan MUI hendaknya bersih dari unsur aliran sesat dan faham yang dapat mendangkalkan aqidah. Mendesak kepada pemerintah untuk mengaktifkan Bakor PAKEM dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat maupun daerah.”(Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005,halaman 90, Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah).
2. Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII. Dalam Makalah LDII dinyatakan:“Dan dalam nasehat supaya ditekankan bahwa bagaimanapun juga cantiknya dan gantengnya orang-orang di luar jama’ah, mereka itu adalah orang kafir, musuh Allah, musuh orang iman, calon ahli neraka, yang tidak boleh dikasihi,” (Makalah LDII berjudulPentingnya Pembinaan Generasi Muda Jama’ah dengan kode H/ 97, halaman 8).
3. Surat 21 orang keluarga R. Didi Garnadi dari Cimahi Bandung menyatakan sadar, insyaf, taubat dan mencabut Bai’at mereka terhadap LDII, Oktober 1999. Dalam surat itu dinyatakan di antara kejanggalan LDII hingga mereka bertaubat dan keluar dari LDII, karena: Dilarang menikah dengan orang luar Kerajaan Mafia Islam jama’ah, LEMKARI, LDII karena dihukumi Najis dan dalam kefahaman Kerajaan Mafia Islam Jama’ah, LEMKARI, LDII bahwa mereka itu BINATANG. (Lihat surat 21 orang dari Cimahi Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, dimuat di buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).
4. Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok(vagina busuk). Ungkapan Imam LDII dalam teks yang berjudul Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI (Cinta Alam Indonesia, semacam jamboree nasional tapi khusus untuk muda mudi LDII) di Wonosalam Jombang tahun 2000. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman): “Dengan banyaknya bermunculan jamaah-jamaah sekarang ini, semakin memperkuat kedudukan jamaah kita (maksudnya, LDII, pen.). Karena betul-betul yang pertama ya jamaah kita. Maka dari itu jangan sampai kefahamannya berubah, sana dianggap baik, sana dianggap benar, akhirnya terpengaruh ikut sana. Kefahaman dan keyakinan kita supaya dipolkan. Bahwa yang betul-betul wajib masuk sorga ya kita ini. Lainnya turuk bosok kabeh.” (CAI 2000, Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI Wonosalam. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman).
5. Menganggap sholat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga dalam kenyataan, biasanya orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya, hingga mereka membuat masjid-masjid untuk golongan LDII. Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA LDII. Jadi pengakuan LDII bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru, lain dengan yang lama, itu dusta alias bohong.
6. Penipuan Triliunan Rupiah: Kasus tahun 2002/2003 ramai di Jawa Timur tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan. Ternyata investasi itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor sangat sulit diambil, apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian, duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para korban mencapai hampir 11 triliun rupiah. Di antara korban itu ada yang menyetornya ke isteri amir LDII Abdu Dhahir yakni Umi Salamah sebesar Rp 169 juta dan Rp 70 juta dari penduduk Kertosono Jawa Timur. Dan korban dari Kertosono pula ada yang menyetor ke cucu Nurhasan Ubaidah bernama M Ontorejo alias Oong sebesar Rp22 miliar, Rp 959 juta, dan Rp800 juta. Korban bukan hanya sekitar Jawa Timur, namun ada yang dari Pontianak Rp2 miliar, Jakarta Rp2,5 miliar, dan Bengkulu Rp1 miliar. Paling banyak dari penduduk Kediri Jawa Timur ada kelompok yang sampai jadi korban sebesar Rp900 miliar. (Sumber Radar Minggu, Jombang, dari 21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah karya H.M.C. Shodiq, LPPI Jakarta, 2004. ).
7. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 06 Rabiul Awwal 1415H/ 13 Agustus 1994M, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Ketua Umum: K.H. Hasan Basri, Sekretaris Umum: H.S. Prodjokusumo.
8. Fatwa Majelis Ulama DKI Jakarta: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 20 Agustus 1979, Dewan Pimpinan Majelis Ulama DKI Jakarta, K.H. Abdullah Syafi’ie ketua umum, H. Gazali Syahlan sekretaris umum.
9. Pelarangan Islam Jama’ah dengan nama apapun dari Jaksa Agung tahun 1971: Surat Keputusan Jaksa Agung RI No: Kep-089/D.A./10/1971 tentang: Pelarangan terhadap Aliran- Aliran Darul Hadits, Djama’ah jang bersifat/ beradjaran serupa. Menetapkan: Pertama: Melarang aliran Darul Hadits, Djama’ah Qur’an Hadits, Islam Djama’ah, Jajasan Pendidikan Islam Djama’ah (JPID), Jajasan Pondok Peantren Nasional (JAPPENAS), dan aliran-aliran lainnya yang mempunyai sifat dan mempunjai adjaran jang serupa itu di seluruh wilajah Indonesia. Kedua: Melarang semua adjaran aliran-aliran tersebut pada bab pertama dalam keputusan ini jang bertentangan dengan/ menodai adjaran-adjaran Agama. Ketiga: Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan: Djakarta pada tanggal: 29 Oktober 1971, Djaksa Agung R.I. tjap. Ttd (Soegih Arto).
10. Kesesatan, penyimpangan, dan tipuan LDII diuraikan dalam buku-buku LPPI tentangBahaya Islam Jama’ah, Lemkari, LDII (1999); Akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah (2004).
11. LDII aliran sempalan yang bisa membahayakan aqidah umat, ditegaskan dalam teks pidato Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama Ir. Soetomo, SA, Mayor Jenderal TNI bahwa “Beberapa contoh aliran sempalan Islam yang bisa membahayakan aqidah Islamiyah, yang telah dilarang seperti: Lemkari, LDII, Darul Hadis, Islam Jama’ah.” (Jakarta 12 Februari 2000, Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama, Ir. Soetomo, SA, Mayor Jendral TNI).
12. LDII dinyatakan sesat oleh MUI karena penjelmaan dari Islam Jamaah. Ketua Komisi fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) KH Ma’ruf Amin menyatakan, Fatwa MUI: LDII sesat. Dalam wawancara dengan Majalah Sabili, KH Ma’ruf Amin menegaskan: Kita sudah mengeluarkan fatwa terbaru pada acara Munas MUI (Juli 2005) yang menyebutkan secara jelas bahwa LDII sesat. Maksudnya, LDII dianggap sebagai penjelamaan dari Islam Jamaah. Itu jelas!” (Sabili, No 21 Th XIII, 4 Mei 2006/ 6 Rabi’ul Akhir 1427, halaman 31).
Sistem Manqul
LDII memiliki sistem manqul. Sistem manqul menurut Nurhasan Ubaidah Lubis adalah :”Waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru; telinga langsung mendengar, dapat menirukan amalannya dengan tepat. Terhalang dinding atau lewat buku tidak sah. Sedang murid tidak dibenarkan mengajarkan apa saja yang tidak manqul sekalipun ia menguasai ilmu tersebut, kecuali murid tersebut telah mendapat Ijazah dari guru maka ia dibolehkan mengajarkan seluruh isi buku yang telah diijazahkan kepadanya itu”. (Drs. Imran AM.Selintas Mengenai Islam Jama’ah dan Ajarannya, Dwi Dinar, Bangil, 1993, hal.24).
Kemudian di Indonesia ini satu-satunya ulama yang ilmu agamanya manqul hanyalah Nurhasan Ubaidah Lubis.
Ajaran ini bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. yang memerintahkan agar siapa saja yang mendengarkan ucapannya hendaklah memelihara apa yang didengarnya itu, kemudian disampaikan kepada orang lain, dan Nabi tidak pernah mem berikan Ijazah kepada para sahabat. Dalam sebuah hadits beliau bersabda:

نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا، ثُمَّ أَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا .

Artinya:”Semoga Allah mengelokkan orang yang mendengar ucapan lalu menyampaikannya (kepada orang lain) sebagaimana apa yang ia dengar”. (Syafi’i dan Baihaqi)
Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kepada orang yang mau mempelajari hadits-haditsnya lalu menyampaikan kepada orang lain seperti yang ia dengar. Adapun cara bagaiman atau alat apa dalam mempelajari dan menyampaikan hadits-haditsnya itu tidak ditentukan. Jadi bisa disampaikan dengan lisan, dengan tulisan, dengan radio, tv dan lain-lainnya. Maka ajaran manqulnya Nurhasan Ubaidah Lubis terlihat mengada-ada. Tujuannya membuat pengikutnya fanatik, tidak dipengaruhi oleh pikiran orang lain, sehingga sangat tergantung dan terikat denga apa yang digariskan Amirnya (Nurhasan Ubaidah).
Padahal Allah  menghargai hamba-hambanya yang mau mendengarkan ucapan, lalu menseleksinya mana yang lebih baik untuk diikutinya. Firman-Nya:

وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ(17)

الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ(18)

Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal(QS Az-Zumar : 17-18).
Dalam ayat tersebut tidak ada sama sekali keterangan harus manqul dalam mempelajari agama. Bahkan kita diberi kebebasan untuk mendengarkan perkataan, hanya saja harus mengikuti yang paling baik. Itulah ciri-ciri orang yang mempunyai akal. Dan bukan harus mengikuti manqul dari Nur Hasan Ubaidah yang kini digantikan oleh anaknya, Abdul Aziz, setelah matinya kakaknya yakni Abdu Dhahir. Maka orang yang menetapkan harus/ wajib manqul dari Nur Hasan atau amir itulah ciri-ciri orang yang tidak punya akal. (Lihat BukuBahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI, Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 258- 260).
Intinya, berbagai kesesatan LDII telah nyata di antaranya:
1. Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII.
2. Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok,turuk bosok (vagina busuk).
3. Menganggap sholat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya.
Diskrispi tentang LDII:
LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia)
Pendiri dan pemimpin tertinggi pertamanya adalah Madigol Nurhasan Ubaidah Lubis bin Abdul bin Thahir bin Irsyad. Lahir di Desa Bangi, Kec. Purwoasri,. Kediri Jawa Timur, Indonesia, tahun 1915 M (Tahun 1908 menurut versi Mundzir Thahir, keponakannya).
Faham yang dianut oleh LDII tidak berbeda dengan aliran Islam Jama’ah/Darul Hadits yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No. Kep-089/D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971). Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadits/Islam Jama’ah yang didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan Al Ubaidah Lubis (Madigol). Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971, kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan
Islam (LEMKARI) pada tahun 1972 (tanggal 13 Januari 1972, tanggal ini dalam Anggaran Dasar LDII sebagai tanggal berdirinya LDII. Maka perlu dipertanyakan bila mereka bilang bahwa mereka tidak ada kaitannya dengan LEMKARI atau nama sebelumnya Islam Jama’ah dan sebelumnya lagi Darul Hadits.). Pengikut tersebut pada pemilu 1971 mendukung GOLKAR.
Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol) bertemu dan mendapat konsep asal doktrin imamah dan jama’ah (yaitu : Bai’at, Amir, Jama’ah, Taat) dari seorang Jama’atul Muslimin Hizbullah, yaitu Wali al-Fatah, yang dibai’at pada tahun 1953 di Jakarta oleh para jama’ah termasuk sang Madigol sendiri. Pada waktu itu Wali al-Fatah adalah Kepala Biro Politik Kementrian Dalam Negeri RI (jaman Bung Karno). Aliran sesat yang telah dilarang Jaksa Agung 1971 ini kemudian dibina oleh mendiang Soedjono Hoermardani dan Jenderal Ali Moertopo. LEMKARI dibekukan di seluruh Jawa Timur oleh pihak penguasa di Jawa Timur atas desakan keras MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jatim di bawah pimpinan KH. Misbach. LEMKARI diganti nama atas anjuran Jenderal Rudini (Mendagri) dalam Mubes ke-4 Lemkari di Wisma Haji Pondok Gede, Jakarta, 21 November 1990 menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia). (Lihat Jawa Pos, 22 November 1990, Berita Buana, 22 November 1990, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 265, 266, 267).
Semua itu digerakkan dengan disiplin dan mobilitas komando “Sistem Struktur Kerajaan 354″ menjadi kekuatan manqul, berupa: “Bai’at, Jama’ah, Ta’at” yang selalu ditutup rapat-rapat dengan system: “Taqiyyah, Fathonah, Bithonah, Budi luhur Luhuring Budi karena Allah.” (lihat situs: alislam.or.id).
Penyelewengan utamanyaMenganggap Al-Qur’an dan As-Sunnah baru sah diamalkan kalau manqul (yang keluar dari mulut imam atau amirnya), maka anggapan itu sesat. Sebab membuat syarat baru tentang sahnya keislaman orang. Akibatnya, orang yang tidak masuk golongan mereka dianggap kafir dan najis (Lihat surat 21 orang dari Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).
Itulah kelompok LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) yang dulunya bernama Lemkari, Islam Jama’ah, Darul Hadits pimpinan Nur Hasan Ubaidah Madigol Lubis (Luar Biasa) Sakeh (Sawahe Akeh/ sawahnya banyak) dari Kediri Jawa Timur yang kini digantikan anaknya, Abdu Dhohir. Penampilan orang sesat model ini: kaku –kasar tidak lemah lembut, ada yang bedigasan, ngotot karena mewarisi sifat kaum khawarij, ada doktrin bahwa mencuri barang selain kelompok mereka itu boleh, dan bohong pun biasa; karena ayat saja oleh amirnya diplintir-plintir untuk kepentingan dirinya. (Lihat buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001).
Modus operandinya: Mengajak siapa saja ikut ke pengajian mereka sacara rutin, agar Islamnya benar (menurut mereka). Kalau sudah masuk maka diberi ajaran tentang shalat dan sebagainya berdasarkan hadits, lalu disuntikkan doktrin-doktrin bahwa hanya Islam model manqul itulah yang sah, benar. Hanya jama’ah mereka lah yang benar. Kalau menyelisihi maka masuk neraka, tidak taat amir pun masuk neraka dan sebagainya. Pelanggaran-pelanggaran semacam itu harus ditebus dengan duit. Daripada masuk neraka maka para korban lebih baik menebusnya dengan duit.
Dalam hal duit, bekas murid Nurhasan Ubaidah menceritakan bahwa dulu Nurhasan Ubaidah menarik duit dari jama’ahnya, katanya untuk saham pendirian pabrik tenun. Para jama’ahnya dari Madura sampai Jawa Timur banyak yang menjual sawah, kebun, hewan ternak, perhiasan dan sebagainya untuk disetorkan kepada Nurhasan sebagai saham. Namun ditunggu-tunggu ternyata pabrik tenunnya tidak ada, sedang duit yang telah mereka setorkan pun amblas. Kalau sampai ada yang menanyakannya maka dituduh “tidak taat amir”, resikonya diancam masuk neraka, maka untuk membebaskannya harus membayar pakai duit lagi.
Kasus tahun 2002/2003 (disebut kasus Maryoso) ramai di Jawa Timur tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan. Ternyata investasi itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor sangat sulit diambil, apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian, duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para korban mencapai hampir 11 triliun rupiah.
(Sumber Radar Minggu, Jombang, dari 21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah karya H.M.C. Shodiq, LPPI Jakarta, 2004. ).
Artikel: Nahimunkar.com dipublikasi kembali oleh Moslemsunnah.Wordpress.com

Jumat, 06 Desember 2013

Cara Agar Terhindar dari HIV/AIDS

cara agar terhindat dari HIV/AIDS sudah terdapat dalam Al-Qur'an 
"Qur’an Surat Al- ‘Isra’ 17: 32"
ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻘْﺮَﺑُﻮﺍ ﺍﻟﺰِّﻧَﺎ ۖ ﺇِﻧَّﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﻓَﺎﺣِﺸَﺔً ﻭَﺳَﺎﺀَ ﺳَﺒِﻴﻠًﺎ
“...Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk...”

Jadi alangkah bodohnya orang Islam yang tidak mengerti betapa Agamanya telah mengatur segala urusan, mulai dari hal yang terkecil sampai yang terbesar, banyak orang2 Islam sekarang yang ikut2tan latah mengikuti gaya orang2 barat, 
mulai dari gaya rambut dan penampilan, begitu pula termasuk perayaan seperti ultah dan new year yang pemuda muslim rayakan semuanya di impor dari ajaran2 non Islam sampai masalah mengatasi penularan HIV/AIDS pun ikut2tan gaya orang non muslim dengan melegalkan perzinahan, naudzubillah ..
benarlah yang yang disebutkan dalam hadist, suatu saat umat islam akan mengikuti jejak non muslim selangkah demi selangkah ..

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari no. 7319)

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).

Ibnu Taimiyah menjelaskan, tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada yang kelak akan mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam sebagian perkara. Lihat Majmu’ Al Fatawa, 27: 286.

Syaikhul Islam menerangkan pula bahwa dalam shalat ketika membaca Al Fatihah kita selalu meminta pada Allah agar diselamatkan dari jalan orang yang dimurkai dan sesat yaitu jalannya Yahudi dan Nashrani. Dan sebagian umat Islam ada yang sudah terjerumus mengikuti jejak kedua golongan tersebut. Lihat Majmu’ Al Fatawa, 1: 65.
Imam Nawawi -rahimahullah- ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziroo’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal-hal kekafiran mereka yang diikuti. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.” (Syarh Muslim, 16: 219)

Walau itu sudah jadi sunnatullah, namun bukan berarti mengikuti jejak ahli kitab dan orang kafir jadi boleh. Bahkan secara umum kita dilarang menyerupai mereka dalam hal yang menjadi kekhususan mereka. Penyerupaan ini dikenal dengan istilah tasyabbuh.
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Kenapa sampai kita dilarang meniru-niru orang kafir secara lahiriyah? Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
أَنَّ الْمُشَابَهَةَ فِي الْأُمُورِ الظَّاهِرَةِ تُورِثُ تَنَاسُبًا وَتَشَابُهًا فِي الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَلِهَذَا نُهِينَا عَنْ مُشَابَهَةِ الْكُفَّارِ
“Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 154).
Di tempat lain dalam Majmu’ Al Fatawa, beliau berkata,
فَإِذَا كَانَ هَذَا فِي التَّشَبُّهِ بِهِمْ وَإِنْ كَانَ مِنْ الْعَادَاتِ فَكَيْفَ التَّشَبُّهُ بِهِمْ فِيمَا هُوَ أَبْلَغُ مِنْ ذَلِكَ ؟!
“Jika dalam perkara adat (kebiasaan) saja kita dilarang tasyabbuh dengan mereka, bagaimana lagi dalam perkara yang lebih dari itu?!” (Majmu’ Al Fatawa, 25: 332)

macam2 Tasyabbuh silahkan di lihat selengkapnya : http://rumaysho.com/jalan-kebenaran/mengikuti-gaya-orang-kafir-tasyabbuh-3076